Jumat, 05 September 2014

Menggugat Undang-undang Perkawinan ke MK

Pada pertengahan 2014 seorang mahasiswa dan 4 alumni Fakultas Hukum Universitas Indonesia melayangkan gugatan pada Mahkamah Konstitusi khususnya Pasal 2 ayat (1) UU No 1 Tahun 1974 yang berbunyi: "Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaan itu" yang menyebabkan ketidakpastian hukum bagi yang akan melakukan perkawinan beda agama di Indonesia.

Beberapa cara untuk menyiasati Perkawinan Beda Agama yang telah terjadi adalah:
* Meminta Pengadilan Negeri untuk menetapkan Perkawinan antara si A dan pasangannya adalah sah secara hukum. (Repot, habis banyak waktu dan biaya)
* Melakukan pernikahan dengan mengikuti masing-masing agama yang menikah, jadi masing-masing akan melakukan pernikahan secara agama masing-masing 2x dan masing-masing memiliki 2 surat nikah. (Jika bercerai, kedua surat nikah tersebut harus disebutkan)
* Berpura-pura pindah agama hanya untuk mengikuti pernikahan salah satu agama. (Paling murah, tetapi sanksi sosialnya terhadap pelaku harus dipertimbangkan)
* Menikah di tempat di mana Perkawinan Beda Agama diperkenankan dan kemudian dicatatkan di Catatan Sipil (jika dilakukan di Luar Negeri, biayanya mahal, paling murah jika dilakukan di Bali dan masing-masing pihak seolah-olah beragama Hindu dan kemudian dicatatkan di Catatan Sipil)

Saat ini masih dilakukan sidang gugatan tersebut dan semoga apa yang digugat dikabulkan, karena tidak selayaknya negara mengatur kehidupan pribadi seseorang.